
SUAKAONLINE.COM – “Bingung, aku bingung dengan kondisi Dunia saat ini. Penjahat dihukum dengan hukuman karet,” adalah sepenggal soliloki yang dilontarkan oleh sang aktor, Adin Damyati dalam pagelaran monolog yang diselenggarakan oleh UKM Teater Awal UIN SGD Bandung di Aula Abdjan Soelaeman, Rabu (9/10/2019). Pementasan ini pun menjadi salah satu rangkaian dalam rangka milad Teater Awal yang ke-32.
Pementasan dimulai ketika sorot cahaya dengan lembut mulai menyorot sang aktor. Dengan latar tempat di penjara lengkap beserta property dan riasan ala seorang narapidana. Rambut gondrong acak-acakan dengan uban yang sudah mulai menyembul dari kepala, menunjukkan dengan jelas karakter dan identitas lakon yang ia perankan. Ia terbangun dari tidurnya di pagi hari dan langsung membakar emosi penonton lewat amarahnya yang tak terbendung akibat meratapi nasib buruk yang telah menimpa dirinya. “Sialan kamu, bisakah biarkan aku tidur sejenak. Penjahat juga butuh tidur,” lantangnya.
Sang aktor dengan lihai mampu mengayunkan pasang-surut emosi penonton. Diakhir cerita, aktor tersebut memberikan epilog bahwa setelah dipenjara selama bertahun-tahun, suatu ketika ada wartawan yang kembali membuka berkas hukum sang bramocorah dan ternyata terbukti ia tidak bersalah. Namun ketika pagar sel dibuka nahas sang bramocorah telah bunuh diri dengan menggantung dirinya di seutas tali. Ini adalah sebagai bentuk perlawanannya terhadap penegak hukum bahwa kejahatan kecil selalu diperlakukan tidak adil, sedangkan kejahatan besar (elite-red) selalu tumpul.
Karena pementasan ini mengusung tema monolog, maka secara harfiah hanya ada satu orang untuk melakukan adegan atau sketsanya. Di satu sesi dia menjadi bramocorah, lalu menjadi hakim, menjadi bos, dan bahkan menjadi Tuhan. Menampilkan artikulasi dan bahasa tubuh yang lugas menjadi tugas besar sang aktor untuk bisa memerankan Aeng. Jam terbang dan pengalaman yang tinggi juga yang membuatnya telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam seni peran ini.
Lakon yang diperankan oleh aktor senior, Adin Gumyati ini cukup menguras emosi. Ia pun menuturkan kesulitan yang dihadapi saat proses persiapan monolog Aeng ini, “Kesulitan mungkin karena saya sendiri sudah cukup lama tidak bermain peran dan dalam cerita Aeng ini butuh pendalaman lebih untuk mengiterpretasikan ceritanya kepada penonton,” pungkasnya Rabu (9/10/2019). Butuh persiapan yang panjang untuk mempersiapkan pementasan ini. Setidaknya dari awal reading itu sekitar satu tahun dan kerja sama tim sekitar tiga bulan..
Menyentil realitas
Cerita Aeng yang ditulis oleh Putu Wijaya ini mengangkat narasi tentang keadaan yang saat ini terjadi. Disutradarai oleh mahasiswa jurusan Jurnalistik, Hilman Mochammad Fahlevi, pementasan Aeng ini dengan ciamik mampu menghibur penonton terbukti dengan tepuk tangan yang meriah akhir pementasan. Latar belakang pengangkatan cerita ini dijelaskan oleh sang sutradara sebagai ajang untuk kritisi terkait penegakan hukum saat ini. “Tadi di salah satu sketsa ada Aeng mengatakan, Aku menegakkan kejahatan untuk harmoni. Dalam artian penjahat saat ini tuh malah dilindungi,” jelasnya.
Seorang ilmuwan politik dari Negeri Paman Sam, Irish Marion pernah menuturkan bahwa setidaknya ada lima bentuk penindasan, yaitu eksploitasi, marjinalisasi, ketidakberdayaan, dominasi budaya, dan kekerasan. Kurangnya advokasi di bidang hukum adalah potret ketidakberdayaan kaum-kaum tertindas seperti Aeng. Linear dengan apa yang saat ini sedang terjadi di Indonesia, dimana dewasa ini banyak mahasiswa yang ditangkap oleh aparat terkait demonstrasi dan tidak mendapatkan pendampingan secara layak.
Hal ini diamini oleh penonton dan mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat Islam semester tujuh, Radea. Ia mengungkapkan monolog yang dipentaskan oleh Teater Awal ini sangat menghibur dengan audio dan pencahayaan yang baik. Tak hanya itu, narasi yang diangkat pun sangat relevan dengan kondisi saat ini. “Dari monolog ini mampu menjawab beberapa kemungkinan yang serba terbalik. Gelagat tatanan hukum dan politik yang semrawut dan penuh konflik.” ucapnya saat diwawancarai seusai acara.
Reporter: Fadhilah Rama