
SUAKAONLINE.COM – Dua hari yang lalu, cuitan yang terdiri atas meme, satire, dan parodi dengan tagar #GunungDjatiMenggugat menduduki posisi trending topik Twitter pertama di Indonesia pada Kamis, (11/6/2020). Gerakan tagar yang diinisiasi oleh sejumlah mahasiswa UIN SGD Bandung tersebut menggugat ketetapan birokrasi, salah satunya menuntut adanya kompensasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena mahasiswa tidak menikmati fasilitas kampus selama pandemi.
Salah satu Inisiator aksi Gunung Djati Menggugat, yang tidak ingin disebut namanya mengatakan bahwa latar belakang adanya gerakan tersebut karena keresahan mahasiswa terhadap kebijakan yang di keluarkan Kementerian Agama dan Rektor UIN SGD Bandung. Mahasiswa mengeluhkan ketidakjelasan mekanisme pembelajaran daring dengan penggunaan media yang berbeda.
“Mulai persoalan pembelajaran daring, tidak adanya mekanisme yang jelas soal metode serta media di masa pandemi ini. Semisal tiap dosen menggunakan media berbeda-beda, kalau pakai zoom tentu harus menggunakan kouta yang besar. Sedangkan mahasiswa tidak diberikan subsidi atau fasilitas kampus yang memadai untuk melakukan pembelajaran. Padahal itu bagian daripada tanggung jawab kampus karena mahasiswa telah membayar UKT,” ujar Inisiator, Rabu (10/6/2020).
Adapun tujuh poin tuntutan yang dilayangkan kepada birokrasi kampus yaitu; (1) Menuntut kompensasi UKT/SPP sebanyak 50-70% dari UKT/SPP yang telah dibayarkan; (2) Bila poin satu tidak terealisasi, maka kami menolak bayar UKT semester ganji TA 2020/2021; (3) Libatkan mahasiswa dalam perumusan kebijakan anggaran kampus; (4) Menuntut adanya transparansi anggaran; (5) Menolak adanya KKN-DR dengan segala bentuk keterpaksaannya;
(6) Menuntut perbaikan sistem pembelajaran berbasis daring sebaik-baiknya dalam rangka pertanggung jawaban dan pembuktian atas hasil akreditasi A dari BAN-PT; (7) Cabut UU PT No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dari tujuh tuntutan tersebut, poin yang paling disoroti adalah tentang pembayaran UKT. Menurut Inisiator dalam UU Kemenristekdikti No. 39 tahun 2017 disebutkan bahwa dana UKT itu dialokasikan dalam enam kategori yaitu; Badan Hukum Pendidikan (BHP) pembelajaran, BHP praktikum, sarana pembelajaran, sarana praktikum, gedung kuliah, dan gedung praktikum. Kemudian penuntutan kompensasi itu berlandaskan karena tidak terpakainya fasilitas tersebut oleh mahasiswa.
Tak hanya itu, transpanrasi anggaran kampus pun menjadi salah satu tuntutan. Inisiator juga mengatakan tidak adanya transparansi anggaran kampus di UIN SGD Bandung. Padahal itu merupakan bagian dari kewajiban kampus dalam memberikan informasi kepada mahasiswa. Hal itu mengacu pada UU No.14 Tahun 2008 tentang Informasi Keterbukaan Publik.
Lebih lanjut, Suaka mencoba menghubungi Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Tedi Priatna. Dalam tanggapannya mengenai aksi virtual Gunung Djati Menggugat, Tedi menuturkan aksi tersebut bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah dan terkait UKT pihak birokrasi masih menunggu keputusan dari Kementerian Agama.
“Menurut saya sesuatu begitu bukan hal yang wah dan tidak menyelesaikan. UKT itu semuanya sama, kecuali jika UIN Jakarta, UIN Jogjakarta dibebaskan, dan UIN SGD Bandung tetep harus bayar UKT ini baru namanya masalah. Oleh karenanya, UIN SGD Bandung sepenuhnya ikut Kementerian Agama,” ungkap Wakil Rektor II, Jumat (12/6/2020).
Sementara itu, mengenai UKT mahasiswa angkatan 2017 yang waktu pembayarannya berbeda, Tedi mengatakan regulasi tersebut merupakan regulasi yang lama sebelum masa pandemi. “Pemajuan pembayaran angkatan 2017 tadinya asumsinya normal. KKN itu masuk ke semester berikutnya, logikanya kalau orang mau melakukan kegiatan harus selesai administrasinya. Itu yang kemudian oleh rektor langsung dieksekusi dan munculah press realease yang kemarin,” tuturnya.
Penggunaan Dana UKT
Sebelumnya, Kementerian Agama mengalokasikan dana 22 miliyar untuk penanganan COVID-19. Menurut Tedi Priatna pemotongan dana tersebut berpengaruh pada alokasi anggaran kampus, seperti pembayaran dosen luar biasa karena tidak menggunakan anggaran negara. Maka pembayaran pun menggunakan UKT.
Tedi juga mengatakan meskipun pembelajaran dilakukan melalui online, namun kegiatan tetap berjalan sama seperti offline. “Meski online, cuma kita masih mengasumsikan bahwa pembelajarannya masih sama seperti offline. Sekarang saya tanya apa dosen tidak dibayar ketika online? Apakah dosen yang membimbing mahasiswa tidak dibayar juga? Apa betul petugas kebersihan kemarin harus kita rumahkan dan tidak digaji? Apa betul listrik tidak usah di bayar?,” ujarnya.
Selain itu, ada beberapa sektor yang memang dialokasikan ke UKT. “Ada sektor-sektor yang memang dialokasikan ke UKT. Misalkan UKT mahasiswa untuk ICT, itu mungkin sekitar 250.000 Rupiah. Karena kemarin tidak dipakai jadi tidak bisa seenaknya dipakai oleh kita, tetap saja nanti kita harus diagendakan untuk kegiatan itu. Lalu misalkan UKT untuk kegiatan wisuda, walaupun wisudanya belum, itu tidak bisa dipakai untuk kegiatan unit cost lain dalam UKT. Jadi tidak bisa semena-mena,” jelas Tedi
Ia juga menjelaskan bahwa UKT yang ada di UIN SGD Bandung, jika dibandingkan dengan unit cost itu masih adanya kekurangan. Dengan begitu harus menambah bantuan melalui Bantuan Oprasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan bantuan lainnya. Maka hilangkan anggapan bahwa UKT nilainya tinggi, apalagi dengan melihat UKTnya memakai kategori sistem subsidi.
Reporter: Aldy khaerul fikri
Redaktur: Hasna Fajriah
The post Warek II: Aksi Gunung Djati Menggugat Tidak Menyelesaikan Masalah appeared first on Suaka Online.