SUAKAONLINE.COM – Infografis, Rohingya adalah sebuah kelompok etnis Indo-Arya dari Rakhine (juga dikenal sebagai Arakan, atau Rohang dalam bahasa Rohingya) di Myanmar. Rohingya adalah etno-linguistik yang berhubungan dengan bahasa bangsa Indo-Arya di India dan Bangladesh (yang berlawanan dengan mayoritas rakyat Myanmar yang Sino-Tibet).
Orang-orang Rohingya memang berbeda dengan orang Myanmar. Sejak Myanmar masih berupa kerajaan, ketegangan memang sudah terasa. Di kemudian hari, perbedaan fisik, bahasa, budaya lalu agama dijadikan dasar untuk mengecap Rohingya yang sudah ratusan tahun berada di Arakan itu sebagai pendatang ilegal.
Keterlibatan Biksu Ashin Wirathu dari kelompok Budha Arakan yang memiliki laskar bernama Gerakan 969, berperan aktif menebar teror dan kebencian. Mereka mulai menebarkan kebencian terutama setelah Taliban menghancurkan Patung Budha di Bamiyan (Afghanistan) pada 2001.
Menurut Siegfried O. Wolf, seperti dirilis dw.com (31/8/2015), Pemerintah Myanmar adalah biang kerok atas derita orang-orang Rohingnya di Myanmar. Orang-orang Rohingya itu dianggap saingan tambahan oleh pihak penguasa dalam kehidupan sosial politik di sana. Orang-orang Rohingnya dianggap bukan pendukung pemerintah yang berkuasa. Pemerintah pun juga mendukung fundamentalis Budha, untuk menjaga kepentingannya atas kekayaan yang ditinggali orang-orang Rohingya itu.
Junta militer Myanmar dianggap secara sengaja memelihara kebencian massa terhadap Rohingya untuk mengalihkan sorotan publik kepada mereka. Kehidupan sosial politik yang tertutup, pengelolaan pemerintahan yang otoriter, sampai pelanggaran HAM memang membuat junta militer Myanmar dikecam. Junta secara sengaja mengobarkan kebencian kepada Rohingya untuk menciptakan musuh bersama.
Menciptakan sosok musuh bersama adalah siasat lama untuk membangun persatuan dan kesatuan. Diharapkan, jika kebencian terhadap Rohingya bisa digerakkan dengan massif, maka rakyat Myanmar tidak akan terlalu peduli pada desakan demokratisasi yang datang baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Sumber : Tirto.id, dw.com, galeribudaya.com
Peneliti : Galih Muhamad